Pacaran
adalah hal yang lazim dilakukan sepasang kekasih sebelum memasuki jenjang
pernikahan. Jika didefinisikan dengan benar, pacaran berarti suatu proses
penjajakan atau saling mendekatkan diri untuk mengetahui sifat dan kepribadian
masing-masing agar terjadi kecocokan sebelum akhirnya bermuara pada satu ikatan
perkawinan. Pacaran bukan termasuk hal yang dilarang atau perbuatan ilegal,
meski dalam prosesnya orang sering salah mengartikannya sehingga pacaran malah
sering menimbulkan masalah rumit. Hampir semua orang mengatakan bahwa pacaran
adalah salah satu tahapan hidup yang paling menyenangkan. Tapi bagaimana jika
pacaran sendiri dikaitkan dengan agama? Lalu bagaimana pacaran menurut Islam ?
Sebenarnya apapun yang disebut
muamalah semua diperbolehkan kecuali ada kaidah atau peraturan tertentu yang
merugikan sehingga harus dilarang. Sama halnya dengan pacaran, pada prinsipnya
pacaran bisa dikatakan satu bentuk sosialisasi yang diperbolehkan selama proses
pacaran tersebut tidak mengarah atau menjurus ke hal-hal yang dilarang oleh
Syara’. Tindakan yang dilarang tersebut adalah proses pacaran dimana pelakunya
lebih dekat ke hal-hal negatif yang berpotensi pada tindak perzinahan. Hal
tersebut telah tertuang dalam surat A-Isra’ ayat 32 yang berbunyi: “Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan jalan yang buruk”.
Cenderung Sinkron Dengan
Hadist Rasulallah SAW
Sejatinya apa yang tertuang pada
surat Al-isra’ ayat 32 diatas tidak bertolak belakang bahkan sangat sinkron
dengan hadist Rasulallah SAW yang sepertinya menjelaskan bahwa pacaran
merupakan bentuk kamuflase dari model tindakan yang dapat menggiring umat
manusia ke dalam tindakan perzinahan. Pacaran menurut Islam
juga sudah tertulis pada surat Ibnu Abbas RA, yang mengatakan “Aku mendengar
Rasulallah SAW berkhotbah; “Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat
dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang
perempuan melakukan musafir kecuali beserta ada mahramnya.” (Muttafaq Alaih).
Dari hal tersebut sebenarnya
secara garis besar Rasulallah SAW mempertegas dengan memberi
peraturan-peraturan kepada umat-Nya tentang bentuk hubungan laki-laki serta
perempuan yang memang dilarang. Rambu-rambu atau pelarangan ini tujuannya
adalah untuk menghindarkan seseorang agar tidak terjerumus pada tindakan
perzinahan. Hal tersebut tentu saja benar sebab terjadinya perzinahan umumnya
berawal dari situasi berduaan.
Dari beberapa hal tersebut
diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam Islam pacaran dasar hukumnya
adalah dilarang, jika yang dimaksud pacaran dalam hal ini adalah tindakan
pergaulan bebas, seks bebas, antara laki-laki dan perempuan, berdua-duaan
memburu apa yang disenangi oleh mereka. Namun dasar hukumnya menjadi berbeda
apabila pacaran yang dimaksud adalah bentuk upaya saling menjajaki dan saling
mengenal satu sama lain. Penjajakan yang dimaksud adalah usaha yang
sungguh-sungguh untuk kemudian menjalin pernikahan dalam satu momentum khitbah
melamar.
Pacaran yang positif dengan
prioritas pada akhirnya akan menikah sama halnya mendukung anjuran Rasulallah
SAW kepada generasi muda terutama generasi muslim untuk menikah, sebab dengan
menikah secara otomatis akan menghindarkan kita dari perzinahan. Dan Ibnu
Mas’ud RA pernah berkata: “Rasulallah SAW mengatakan kepada kami; ‘Hai sekalian
pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah,
hendaklah melaksanakannya. Sesungguhnya melakukan akad nikah itu dapat menjaga
pandangan serta memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang belum sanggup,
hendaklah ia berpuasa, maka sesungguhnya puasa itu adalah perisai baginya".
Islam melarang berpacaran,
berpelukan dan bersentuhan dengan lawan jenis sebelum menikah karena sentuhan
melahirkan gerakan otak, kemaluan dan nafsu. Ini sesuai dengan pesan agama
Islam dimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ
بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
“Sekali-kali tidak boleh seorang
laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama
mahramnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1862 dan Muslim no. 3259).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ
نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا
النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ
الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا
وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah
ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa
tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan
mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba
(menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan
menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan
atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا
مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang
laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, :
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً
أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
"Tidak pernah aku tinggalkan
fitnah yang lebih berbahaya terhadap kaum pria daripada fitnah para wanita".[HR
Al-Bukhari no 5096]
Setelah tahu bahaya bersentuhan
dengan lawan jenis yang bukan mahram, sebaiknya memilih menikah saja, bukan
pacaran.
Dari
pembahasan diatas pacaran menurut Islam tidak dianjurkan
tetapi juga tidak dilarang selama pacaran adalah tindakan yang murni menuju
jenjang pernikahan dan tidak hanya mengumbar nafsu syahwat semata. Karena
seperti yang kita tahu, jaman sekarang generasi mudah sering kebablasan ketika
berpacaran sehingga muncul kasus-kasus yang menghancurkan moral mereka sendiri.