welcome

Welcome Comments Pictures

Sabtu, 24 Januari 2015

Akhir Perseteruan antara Polri-KPK


Kamis, 22 Januari 2015, 14:09 WIB
  REPUBLIKA.CO.ID, Perseteruan antara lembaga Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki babak baru. Hal ini ditandai dengan munculnya gugatan praperadilan yang diajukan oleh Polri terkait calon kapolri Komjen Pol Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Dan tak sampai di situ, calon kapolri yang sudah disetujui DPR ini juga melaporkan dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, ke Kejaksaan Agung.

Praperadilan nantinya akan menguji sah atau tidaknya penetapan status tersangka yang dilabelkan KPK kepada Komjen Budi Gunawan dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa. Sedangkan, laporan Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung, menurut pengacaranya, lantaran Abraham Samad dan Bambang Widjojanto menyalahgunakan wewenang. Kedua pimpinan KPK dianggap melakukan pembiaran kasus.

“Serangan balik” yang dilakukan oleh lembaga Polri dan Budi Gunawan dalam dua hari terakhir ini dinilai banyak kalangan merupakan episode “cicak vs buaya” jilid baru. Istilah cicak vs buaya yang kondang ditasbihkan kepada perseteruan KPK-Polri beberapa tahun lalu, kali ini diperkirakan akan seseru seperti waktu itu.

Tentu saja, sebagai dua lembaga terhormat di negeri ini, kita tidak ingin apa yang terjadi beberapa tahun lalu terulang. Bagaimanapun, keributan yang terjadi antara Polri dan KPK hanya akan menjadi tontonan rakyat dan membuat laju perjalanan bangsa ini terganggu.

Begitu banyak energi yang harus dikeluarkan hanya untuk menonton tidak akurnya dua lembaga tersebut. Padahal, pada saat bersamaan, masih banyak yang harus dilakukan oleh bangsa ini untuk menyejahterakan rakyat, melakukan pembangunan infrastruktur, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Karena itulah, apabila kedua lembaga negara ini dan pimpinannya menjalankan roda lembaganya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka kekhawatiran munculnya “perang” baru antara Polri dan KPK tidak akan terwujud. Kita tidak ingin perselisihan kedua lembaga ini menimbulkan ekses seperti penarikan besar-besaran penyidik asal Polri di KPK seperti yang terjadi beberapa waktu lalu. Kita juga tidak ingin KPK menetapkan tersangka kepada pejabat di Polri karena ada kepentingan-kepentingan politik di luar persoalan hukum.

Bila dicermati, apa yang dilakukan oleh Budi Gunawan dan lembaga Polri menggugat praperadilan dan melaporkan pimpinan KPK ke Kejaksaan Agung masih dalam koridor hukum. Dalam hukum, semua orang termasuk Budi Gunawan berhak untuk menggugat praperadilan ketika ditetapkan sebagai tersangka. Begitu juga semua orang juga berhak melaporkan sebuah lembaga atau pimpinan lembaga negara ke Kejaksaan Agung jika merasa mendapat perlakukan yang tidak adil. Seperti yang dikatakan Wapres Jusuf Kalla, setiap warga negara berhak memiliki kekuatan hukum. Upaya hukum itu hak masing-masing warga negara.

Sepanjang perseteruan di ranah hukum, sebenarnya kekhawatirkan bahwa akan munculnya perseteruan cicak vs buaya tidak perlu ada. Yang penting adalah bahwa Kejaksaan Agung harus bertindak profesional dan adil dalam menangani adanya laporan yang disampaikan oleh Budi Gunawan.

KPK harus selalu berpegang pada asas hukum dan mengikis semaksimal mungkin adanya kepentingan tertentu dalam menetapkan tersangka. Sementara, lembaga Polri juga tidak boleh melakukan tindakan-tindakan di luar ranah hukum dengan menarik para penyidiknya di KPK atau tindakan-tindakan lain yang justru akan membuat suhu politik di  negeri ini semakin memanas. 


Sumber :
http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/15/01/22/nikh7d-mencermati-perseteruan-polrikpk

Pro kontra pengaturan tiket pesawat terbang murah


Bagaimana Sih Pengaturan Tiket Pesawat Terbang?

Pagi ini ketika membaca harian Kompas (7/1/15), ada berita positif terkait adanya regulasi penyatuan tarif pelayanan jasa penumpang pesawat udara dimasukkan dalam harga tiket pesawat yang mulai berlaku untuk penerbangan 1 Maret 2015. Hal ini diputuskan dalam rapat antara perusahaan maskapai penerbangan, operator bandara dan Kementerian Perhubungan. Sistem terintegrasi passenger service charge (PSC) on ticket ini memudahkan semua pihak.
Namun ketika membuka dan membaca berita lain yang masih terkait kebijakan penerbangan, saya juga menemukan berita kebijakan Kementerian Perhubungan ‘menghapus tiket murah’.
Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selalu menimbulkan pro-kontra. Setiap perubahan yang dilakukan tentu membuat tidak nyaman bagi sebagian orang. Pasca kejadian / musibah penerbangan di tanah air, Kementerian Perhubungan selaku regulator penerbangan mulai ‘serius’ mengevaluasi dan membuat berbagai kebijakan. Salah satu kebijakan yang dibuat antara lain menghapuskan tiket murah penerbangan. Kebijakan yang dilakukan oleh Menteri Perhubungan mendapat respon dan tanggapan dari berbagai pihak, termasuk ‘penumpang’ pesawat low cost carrier.
Pendapat saya, jangan hapus tiket murah penerbangan domestik, karena dapat dinikmati dan dirasakan oleh masyarakat kebanyakan yang memilik berbagai tujuan dan keperluan. Adanya tiket murah, dalam pandangan saya menguntungkan bagi perkembangan pariwisata dalam negeri. Perusahaan penerbangan memberikan harga tiket murah tentunya sudah mempunyai hitung-hitungan sendiri. Tidak mungkin harga tiket di obral murah!
Pengaruh harga tiket mahal atau murah sebenarnya tidak ada keterkaitan langsung terhadap keselamatan penerbangan. ‘Perang harga’ apakah memicu maskapai mengabaikan keselamatan penerbangan? Rasanya sih tidak sepanjang pemilik otoritas tegas dan ketat menerapkan aturan yang ada baik untuk internalnya maupun perusahaan penerbangan yang diaturnya. Salah satu contoh yang muncul di media, kabarnya ada ‘ijin hantu’ yang dikeluarkan otoritas bandara terkait kasus air Asia QZ8501. Standar safety suatu maskapai penerbangan tentunya sudah ada standar yang ditentukan secara internasional. Tinggal bagaimana peran Kementerian Perhubungan sebagai ‘pengawas’ mengedepankan ketentuan keselamatan penerbangan benar-benar diterapkan oleh maskapai penerbangan. Kalau ada perusahan maskapai penerbangan yang tidak patuh alias jelas-jelas melanggar ketentuan segera di ‘grounded’ saja, demikian pula kalau ada oknum otoritas bandara yang menyalahgunakan kewenangannya dicopot saja!
Pemilik perusahaan penerbangan bukan hanya ‘milik’ Negara. Ada peran sektor swasta yang harus dibina dan dikembangkan pemerintah, maskapai penerbangan milik Negara tidak akan mungkin kuat ‘terbang sendiri’ tanpa ada andil perusahaan penerbangan swasta di wilayah Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari gugusan pulau-pulau. Perusahaan penerbangan memilik andil bagi sektor ekonomi, seperti memajukan industri pariwisata dan asuransi.
Saya sendiri berpendapat kalau ada tiket murah seharga Rp. 50.000 untuk tujuan promosi tidak terlalu masalah, asalkan pemberian harga murah oleh suatu maskapai penerbangan tidak bertujuan ‘membunuh’ perusahaan penerbangan lainnya agar kalah bersaing. Setelah perusahaan saingannya ‘bangkrut’ perlahan tapi pasti setelah menguasai ‘jalur-jalur gemuk’ lalu menaikan harga tiket pesawat. Selama ini memang belum ada maskapai penerbangan saling ‘gugat-menggugat’ dan melaporkan terkait persaingan usaha melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berdasarkan UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Suatu kebijakan yang dibuat harus dipikirkan matang-matang dampaknya bagi publik. Jangan karena emosional sesaat karena adanya ‘sesuatu hal’ lalu dibuat kebijakan tanpa kajian yang mendalam yang tidak melibatkan dan mendengarkan suara stake holder.
Pak Jonan jangan hapus tiket murah penerbangan domestik, karena dunia pariwisata kita masih memerlukan dukungan maskapai penerbangan. Penetapan tarif batas bawah 40% dari tarif batas atas menurut saya masih terlalu tinggi. Namun, apa boleh buat Keputusan telah ditandatangani oleh Menteri Perhubungan. Apabila ada maskapai penerbangan yang ‘memberi’ diskon lebih dari 40 % lalu di tutup dan dicabut izinnya oleh Kementerian Perhubungan, maka sepi deh lalu lintas udara kita!!!


Sumber :
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2015/01/07/bagaimana-sih-pengaturan-tiket-pesawat-terbang-715234.html

Kamis, 01 Januari 2015

MENGUKUR KUALITAS WEBSITE DAN LAYANAN TI

A. METODE SERVQUAL
Metode SERVQUAL dikembangkan oleh Berry, Zeithaml, dan Parasuraman (1990). Dimana harapan, kepuasan pelanggan dan kualitas layanan mempunyai hubungan yang dapat diukur dari kualitas pelayanannya (service quality), kepuasan pelanggan dihitung dengan membandingkan prediksi dan persepsi dari pelanggan. Dalam kuesioner yang disebar nantinya akan terdapat penilaian pelanggan terhadap dua bagian penting yaitu:
  1. Bagian Ekspektasi, yang memuat pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui dengan pasti harapan umum (ekspektasi) dari konsumen terhadap sebuah jasa.
  2. Bagian Persepsi, yang memuat pertanyaan-pertanyaan untuk mengukur pandangan konsumen terhadap perusahaan dengan kategori tertentu.
Tanggapan konsumen dinyatakan dengan skala Likert, yaitu rentang skala nominal 4 untuk sangat setuju dan skala nominal 1 untuk sangat tidak setuju.

Dari table-tabel diatas dapat dilihat keterangan untuk masing-masing nilai dalam skala Likert untuk bagian ekspektasi dan persepsi. Keterangan ini berfungsi untuk menyamakan persepsi responden terhadap skala yang digunakan dalam kuesioner untuk pengukuran kualitas layanan (SERVQUAL).
Untuk perhitungan skor SERVQUAL, kita dapat menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut (Zeithaml, 1990):
Skor ServQual = Skor Persepsi – Skor Ekspektasi
Adapun kriteria kelima dimensi kualitas dari model SERVQUAL tersebut adalah:
  1. Tangibles, penampakan dari fasilitas fisik, peralatan, personel, dan sarana komunikasi
  2. Reliability, kemampuan untuk memberikan jasa yang dijanjikan secara konsisten, memuaskan, dan akurat
  3. Responsiveness, keinginan untuk membantu pelanggan dan menyediakan jasa tepat waktu
  4. Assurance (termasuk competence, curtecy, credibility, dan security). Kompetensi dari sistem dan kredibilitas dalam menyediakan jasa secara sopan dan aman
  5. Emphaty (termasuk accessability, communication, dan understanding knowing the customer). Suatu pendekatan, kemudahan untuk mengakses, kemudahan berusaha untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
B. METODE WEBQUAL
Webqual merupakan salah satu metode atau teknik pengukuran kualitas website berdasarkan persepsi pengguna akhir. Metode ini merupakan pengembangan dari Servqual- yang disusun oleh Parasuraman, yang banyak digunakan sebelumnya pada pengukuran kualitas jasa. Instrumen penelitian pada Webqual tersebut dikembangkan  dengan metode Quality Function Development (QFD).
Webqual sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1998 dan telah mengalami beberapa iterasi dalam penyusunan dimensi dan butir-butir pertanyaannya.  Webqual 4.0 tersebut disusun berdasarkan penelitian pada tiga area yaitu :
  1. Information Quality adalah mutu dari isi yang terdapat pada site, pantas tidaknya informasi untuk tujuan pengguna seperti akurasi, format dan keterkaitannya.
  2. Service Interaction Quality adalah mutu dari interaksi pelayanan yang dialami oleh pengguna ketika mereka menyelidiki kedalam site lebih dalam, yang terwujud dengan kepercayaan dan empati, sebagai contoh isu dari keamanan transaksi dan informasi, pengantaran produk, personalisasi dan komunikasi dengan pemilik site.
  3. Usability adalah mutu yang berhubungan dengan rancangan site, sebagai contoh penampilan, kemudahan penggunaan, navigasi dan gambaran yang disampaikan kepada pengguna.
Webqual dapat digunakan untuk menganalisis kualitas beberapa website, baik website internal perusahaan (intranet) maupun website eksternal.  Persepsi pengguna tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu persepsi tentang mutu layanan yang dirasakan (aktual) dengan tingkat harapan (ideal).
Barnes dan Vidgen (2003) melakukan penelitian dengan menggunakan WebQual untuk mengukur kualitas website yang dikelola oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development).
Website yang bermutu dari perspektif pengguna dapat dilihat dari tingkat persepsi layanan aktual yang tinggi dan kesenjangan persepsi aktual dengan ideal (gap) yang rendah.
Model kualitas website atau WebQual tersebut pertama kali digunakan pada portal sekolah bisnis berdasarkan faktor-faktor kemudahan penggunaan, pengalaman, informasi dan komunikasi, serta integrasi (Barnes dan Vidgen, 2000).
Tingkat pengukurannya  banyak menggunakan seven-likert scale.


Sumber :
http://catur.dosen.akprind.ac.id/2010/09/01/mengukur-kualitas-website-dan-layanan-ti/