welcome

Welcome Comments Pictures

Minggu, 16 Desember 2012

PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT

1. PELAPISAN SOSIAL

 CONTOH KASUS 1:

Bandung Kembali Jadi Lautan Sampah- Alat di TPA Sarimukti Rusak, Sampah di TPS Tak Diangkut.


BANDUNG– Dalam beberapa hari terakhir ini sampah di sejumlah titik tempat pembuangan sementara (TPS) di Kota Bandung tidak diangkut hingga menumpuk dan meluber ke badan jalan.

Seperti di TPS Jalan Lodaya, sudah beberapa hari sampah di sana tidak diangkut. Selain meluber ke badan jalan, juga menyebabkan bau tak sedap.Beberapa roda pengangkut sampah pun hanya diparkir di sana. Pemandangan serupa juga terlihat di TPSdepanPasarKosambi.Tumpukan sampah yang rata-rata bekas pedagang sayuran di pasar itu menumpuk hingga ke badan jalan.

Sampah menumpuk juga terlihat di TPS kawasan Jalan Cihampelas, Andir,dan lainnya. Direktur Utama Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung Cece Iskandar mengakui beberapa minggu terakhir memang pengangkutan sampah di beberapa TPS tidak berjalan normal. Ini karena kegiatan operasional di TPA Sarimukti, Cipatat,Kabupaten Bandung Barat, tidak berjalanlancar karena alat berat yang digunakan rusak.

“Ada keterlambatan pengangkutan dari yang biasa dua sampai tiga rit,sekarang hanya satu rit.Sampai-sampai di sana (TPA Sarimukti) mengantre hingga 40 truk karena TPA itu regional yang dimiliki Pemprov Jabar,”ungkap Cece.


2. KESAMAAN DERAJAT

CONTOH KASUS 2:

Tajuk, Perempuan Berpolitik

 Monday, 23 April 2012 Pernyataan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri tentang perlunya diperjuangkan ada kesamaan hak antara perempuan dan pria patut menjadi renungan kita bersama. Termasuk hak perempuan untuk terjun dalam dunia politik.

Hal ini penting mengingat keterwakilan perempuan dalam dunia politik masih belum banyak. Padahal, dalam UU Pemilu No 10 Tahun 2008 disyaratkan kuota 30% bagi keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota legislatif. Namun, hingga saat ini amanah undang-undang tersebut belum mampu dipenuhi oleh partai politik dalam menjaring kader-kadernya untuk didudukkan sebagai wakil rakyat.

Sebenarnya apa yang dikatakan Megawati telah menjadi perhatian kita sejak lama. Semangat Kartini yang memperjuangkan kesamaan derajat dan hak antara perempuan dan laki-laki terus bergaung tiap tahun.Tak sedikit dorongan dari berbagai pihak untuk menyejajarkan perempuan dengan laki-laki dalam berbagai bidang.Persoalan gender juga terus digemakan sepanjang tahun.

Kita sepakat bahwa perjuangan persamaan hak antara perempuan dan laki-laki wajib didukung penuh.Tapi, sebagai bahan renungan, kurangnya keterwakilan perempuan dalam dunia politik sebenarnya disebabkan oleh faktor kaum hawa sendiri. Pertama, partai politik kesulitan mencari kader berkualitas dari kalangan perempuan untuk dijadikan calon legislatif.

Kedua, kemauan dari perempuan itu sendiri untuk terjun ke dunia politik masih sangat kurang.Karena itu,fenomena ini bisa dikatakan seperti lingkaran setan. Di satu sisi kita terus berupaya untuk memenuhi kuota 30% di parlemen bagi perempuan,di sisi lain terdapat kekurangsiapan dari kaum hawa itu sendiri untuk terjun ke politik.

Toh misalnya partai politik memasang calon-calon perempuan di nomor urut 1 pun tak menjamin kadernya terpilih masuk parlemen. Sistem afirmasi yang berlaku selama ini sangat bergantung pada jumlah suara yang didapat calon yang bersangkutan, bukan berdasarkan nomor urut. Karena itu, lagilagi semua kembali pada kader perempuan yang bersangkutan, seberapa besar perjuangan dan kemampuan mereka untuk bisa masuk ke parlemen.

Di sini diperlukan tidak saja kegigihan, tapi juga kapasitas perempuan itu sendiri sehingga bisa meyakinkan konstituen untuk memilihnya. Karena itu, di Hari Kartini yang telah kita peringati pada 21 April lalu,fenomena ini seharusnya menjadi bahan renungan kita bersama terutama menjadi bahan introspeksi diri bagi kaum hawa. Dalam arti, ke depan kaum perempuan dituntut harus mempersiapkan diri baik secara mental maupun intelektual.

Kaum perempuan Indonesia harus terus meningkatkan kapasitasnya di berbagai bidang agar tidak ada lagi alasan bagi kaum pria untuk ‘’merebut’’ hak mereka di dunia politik atau bidang-bidang lainnya. Secara intelektual maupun kemampuan, kaum perempuan tak kalah dengan kaum laki-laki. Kita melihat sudah cukup banyak juga kiprah perempuan Indonesia dalam membangun bangsa.

Mereka juga mampu memangku jabatan-jabatan prestisius yang sebelumnya dipegang laki-laki.Kursi presiden dan wakil presiden pun pernah dijabat perempuan. Tak sedikit kursi menteri yang juga dipegang perempuan.Saat ini banyak juga jabatan prestisius setingkat CEO dipegang perempuan. Salah satunya Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan. Mereka yang memiliki kapasitas juga bisa duduk di kursi wakil rakyat.

Sebut saja seperti Inggris Kansil, Nurul Arifin, Nova Riyanti Yusuf, Rieke Diah Pitaloka, Eva Sundari,dan masih banyak lagi. Karena itu, intinya adalah bagaimana perempuan bisa membangun diri dengan meningkatkan kapasitasnya dan lebih aktif dalam berperan.Dengan peningkatan peran dan kemampuan itu, secara otomatis kaum perempuan pasti akan mendapatkan haknya untuk bisa sejajar dengan kaum laki-laki.


OPINI:
     Dalam masyarakat indonesia terdapat berbagai macam pelapisan sosial yang bisa kita temui, baik diukur melalui kekayaan, kehormatan dan ilmu pengetahuan yang kita miliki. karena pelapisan sosial itu sendiri merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hirarki).
seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. ukuran kekuasaan kadang tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang yang tidak kaya,atau sebaliknya,kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.




SUMBER:
 http://www.seputar-indonesia.com













Tidak ada komentar:

Posting Komentar